Books
[REVIEW BUKU] ANIMAL FARM – GEORGE ORWELL.
Pada suatu malam, Mayor Tua, seekor babi yang disegani. Mengumpulkan para binatang di Pertanian Manor milik Pak Jones. Si Mayor Tua menceritakan tentang mimpinya dan ide pemberontakan binatang untuk lepas dari eksploitasi manusia. Dia menyampaikan gagasan tentang pertanian yang dikelola sendiri oleh binatang, tanpa intervensi manusia.
Tiga malam kemudian, si Mayor Tua meninggal dunia. Ide dan gagasannya tentang pemberontakan terhadap manusia mengakar pada kawanan binatang di Pertanian Manor. Pemberontakan kemudian diorganisir oleh Snowball dan Napoleon, babi yang cerdas diantara binatang lainnya. Bagaimana usaha pemberontakan para binatang dibawah kepemimpinan para babi itu?
©George Orwell
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Edisi II Cetakan ke-3
Bentang Pustaka, April 2017
Bentang Pustaka, April 2017
148 hlm.
***
Jika anak-anak kecil kebanyakan tumbuh dengan cerita fabel dari majalah bobo, saya tidak pernah tertarik dengan cerita yang mana tokohnya adalah binatang. Bahkan sampai sekarangpun, saya masih kurang menikmati film-film animasi dengan binatang sebagai tokoh-tokohnya (no offense). Entahlah, saya merasa aneh dengan binatang yang digambarkan berperilaku seperti manusia.
Saat diberi rekomendasi buku Animal Farm oleh maha guru Ahmad Mufid, sejujurnya saya agak ragu. Apa iya buku ini cukup menarik—buat saya. Tapi kok di goodreads ratingnya tinggi.
Karena penasaran yasudah saya beli saja bukunya. Lagipula bukunya juga tidak terlalu tebal dan cukup murah. Ya kalopun bukunya mengecewakan, setidaknya saya gak rugi terlalu banyak.
Sejak awal cerita, sudah ada konflikyang langsung mencuat. Para binatang di peternakan Manor merencanakan pemberontakan. Old Major atau Babi Major tua lah yang menggagas pemberontakan ini. Sayangnya umur Old Major tidak panjang.
Gagasan yang ditinggalkan Old Major ini ternyata tidak seketika mati. Snowball dan Napoleon, dua babi cerdas dan berpengaruh dipeternakan itulah yang melanjutkan cita-cita Old Major. Mereka berdua menggerakan binatang lain untuk sama-sama mengerjakan pemberontakan.
Dari satu konflik menuju konflik lainnya. Setelah pemberontakan para binatang selesai dilakukan pun, masih ada masalah yang harus dihadapi. Kini masalahnya muncul di dalam tubuh para binatang ini sendiri.
Animal Farm menggambarkan dengan sederhana sebuah masalah yang timbul pada sebuah pemerintahan. Setelah meraih kemerdekaan dari Tuan Jones, para binatang mencoba menata ulang peternakan dengan cara mereka sendiri. Peraturan-peraturan mulai dibentuk, sistem yang telah disepakati mulai diterapkan, atribut identitas juga kemudian dibuat.
Untuk orang-orang dengan IQ tiarap yang tidak begitu paham dengan dunia perpolitikan dan permainan dalam dunia politik, mungkin bisa belajar gambaran sederhananya dalam novel ini.
Orwell sangat apik meracik tema perpolitikan ini. Analoginya melalui Animal Farm memudahkan pembaca awam seperti saya untuk mencerna maksud dari satire yang ingin disampaikan oleh Orwell.
Saya banyak belajar melalui Animal Farm tentang rezim totaliter yang diresahkan oleh Orwell. Misalnya, untuk mengambil alih kekuasaan, menggunakan kekuatan militer adalah salah satu hal yang paling efektif, propaganda yang paling efektif untuk mengambil simpati adalah membuat musuh bersama dan menggiring opini masyarakat bahwa pemerintah adalah sosok pelindung dari musuh ini, dan tentu masih banyak hal lainnya.
Dalam rezim totaliter pemegang kekuasaan tertinggi bisa dengan seenaknya memperlakukan masyarakat dibawah pimpinannya. Dengan propaganda yang dibangun sedemikian rupa, masyarakat dipaksa mengikuti sistem dan dibodohi. Pada akhirnya Totaliterisme seperti layaknya perbudakan.
Saya bahkan merasa sedikit De Javu dengan novel ini. Kisah yang diangkat novel ini terasa sangat dekat. Sepertinya hal ini juga terjadi di Indonesia.
Perpindahan kekuasaan dari orde lama ke orde baru terasa kental sekali konspirasinya. Dibuatlah musuh bersama juga. Ada suatu partai yang di propagandakan sebagai pembantai jendral-jendral, hingga akhirnya anggota partainya di bantai secara massal.
Kekuatan militer sebagai backing, cukup berhasil menakuti masyarakat yang akhirnya mau tidak mau harus tunduk pada sistem supaya nyawanya selamat.
Novel Orwell ini mungkin dibuat pada masa perang dunia ke dua. Tapi sepertinya kisah yang diangkat dalam novel ini bekerja lintas zaman.
Membungkusnya dalam sebuah alegori cerita fabel, buku ini sangat berhasil mengikat pembaca pemula seperti saya. Sepertinya baru ini saya mendapati cerita fabel bermuatan politik. Sebuah asupan yang pas buat pembaca pemula seperti saya.
Setelah menelusuri beberapa website, saya mendapati fakta bahwa buku ini dibuat oleh George Orwell sebagai bentuk kritik satire pada totalitarianisme Uni Soviet dibawah kekuasaan Stalin. Sebagai penganut faham sosialisme demokratis, George Orwell curiga terhadap faham stalinisme yang hanya memperbudak masyarakat.
Siapa itu stalin? Seperti apa itu faham stalinisme? Seperti apa itu faham sosialisme demokratis? Ya jelas saya tidak tau. Saya bahkan heran, ternyata novel fabel dengan latar sederhana ini memiliki muatan yang sangat berat.
Seperti yang digambarkan dalam novel ini, mereka yang pengetahuannya terbatas akan mudah di setir oleh penguasa.
Karena novel ini juga saya mulai belajar sedikit demi sedikit tentang sejarah bangsa ini. Yah setidaknya saya tidak terjebak dengan propaganda “Penak jamanku to!” dari jendral yang pernah berkuasa selama 32 tahun di Indonesia, atau propaganda bahaya komunis yang membuat insecure banyak orang.
Saya mengucapkan terima kasih pada Ahmad Mufid yang telah merekomendasikan buku ini pada saya. Membaca Animal Farm membuat saya mulai diterima dalam lingkungan sosial para penggiat sastra dan literasi. Lumayanlah, saya sudah dianggap punya selera yang cukup nyastra di komunitas literasi lokal. Pencitraan dalam pergaulan itu perlu kamerad. (JA)
Tidak ada komentar