[REVIEW BUKU] RE: – MAMAN SUHERMAN.

RE_Maman_Suherman

“Pekerjaanku pelacur!”
“Lebih tepatnya pelacur lesbian!”
Pertemuan dengan Re:, si pelacur lesbian, mengubah jalan hidup Herman. Semula, mahasiswa kriminologi itu menganggap Re: sekedar obyek penelitian skripsinya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya.
Kisah hidup Re: yang berliku menyeret Herman hingga jauh ke dalam. Herman terpaksa terlibat dalam sisi tergelap dunia pelacuran yang bersimbah darah, dendam, dan air mata.
©Maman Suherman
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Cetakan Kedua
POP, Mei 2014
160 hlm.
***
Sejak ramainya pemberitaan tentang penutupan lokalisasi prostitusi, rasa penasaran saya tiba-tiba membuncah pada dunia gelap prostitusi. Prostitusi memang memiliki sejarah yang panjang. Peradaban kuno pun bahkan sudah mengenal prostitusi. Apakah menutup lokalisasi benar-benar bisa menghentikan bisnis prostitusi?
Pada peradaban kuno, prostitusi lahir sebagai sebuah produk budaya. Dulu pelacur bahkan memiliki derajat yang tinggi. Seiring berjalannya waktu yang diiringi perubahan-perubahan nilai, akhirnya prostitusi ini mulai dipandang negatif. Tapi apa bisnis prostitusi ini kemudian mati? Nyatanya tidak.
Masih ada saja Manusia-manusia sange di dunia ini, bahkan bisa jadi populasinya malah bertambah. Karena marketnya mendukung, ya sudah, bisnis prostitusi akhirnya tetap ada sebagai penyedia jasa pemuas nafsu seksual hingga sekarang. Bahkan prostitusi terus berevolusi menyesuaikan zamannya.
Saya cukup penasaran bagaimana bisnis prostitusi berjalan dan bagaimana bentuk bisnis prostitusi ini. Saat saya berbagi rasa penasaran itu pada beberapa kawan, tiba-tiba ada seorang kawan yang kemudian merekomendasikan sebuah buku berjudul RE:.
“RE:”, sebagai sebuah judul novel terlihat unik. Perpaduan dua huruf, R dan E dengan tanda titik dua ( : ) membuat novel ini terkesan misterius.
Karena kebetulan waktu itu krisis ekonomi sedang saya alami, alhasil saya harus menunda rasa penasaran untuk membeli buku tersebut. Karena krisis ekonomi menahun dan rasa penasaran sudah tak terbendung, akhirnya saya memutuskan untuk pinjam saja. Agak berdosa memang rasanya, tapi yasudah lah ya.
Buku RE: ini menceritakan tentang dunia gelap seorang pelacur lesbian bernama Rere dari sudut pandang Herman, seorang mahasiswa Kriminologi yang sedang melakukan penelitian untuk skripsinya.
Agak aneh saat saya mengetahui perihal “pelacur lesbian”. Selama ini saya hanya tau bahwa prostitusi ya mengeksploitasi perempuan untuk melayani kebutuhan sex laki-laki. Mungkin karena beragamnya orientasi sex, akhirnya bisnis prostitusi menyesuaikan kebutuhan ini.
Herman yang dikisahkan dalam novel RE: ini adalah Maman Suherman, sang penulis sendiri. Novel ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang benar-benar dialami sendiri oleh Maman Suherman semasa dirinya masih menjadi mahasiswa tingkat akhir yang juga bekerja sebagai wartawan.
Sambil menyelam minum air, selain untuk melakukan penelitian skripsi, dia juga memanfaatkan kegiatannya menelusup masuk di lingkungan bisnis prostitusi ini juga untuk membuat sebuah seri liputan tentang sisi gelap kehidupan perempuan. Materi yang ditolak oleh dosen pembimbingnya, kemudian dia jadikan tulisan featured di majalah.
Sampai akhirnya Herman bertemu dengan Rere. Rere adalah seorang pelacur lesbian. Untuk bisa masuk dalam dunia yang digeluti Rere, Herman merelakan diri menjadi sopir Rere.
Yang awalnya hanya sekedar menjadikan Rere sebagai obyek penelitian, setelah mengenalnya lebih dalam dan melihat langsung bagaimana yang dialami Rere, muncul rasa empati Herman pada Rere.
Begitu juga dengan Rere. Tak sekedar menganggap Herman sebagai sopirnya, dia juga sudah menganggap Herman sebagai teman dekat, tempat curhat berbagi banyak cerita.
Berdasarkan pengkisahan yang dilakukan Maman Suherman melalui novel ini, saya melihat banyak sekali aktifitas sex abnormal yang terjadi. Apakah hal-hal yang hanya saya lihat dalam video porno benar-benar terjadi dalam dunia nyata? Threesome, tukar pasangan, hingga pesta sex dikisahkan Maman Suherman benar-benar dia dapati di lapangan.
Kenyataan yang juga diungkap Herman, pelacur tidak semata-mata pekerjaan yang penuh kenikmatan. Pelacur kerap menjadi korban pelampiasan fantasi seksual abnormal para pelanggannya. Para pelacur harus rela diperlakukan seperti apa saja selama pelanggan membayar.
Disini Maman Suherman juga membuka kartu bagaimana para germo mengeksploitasi para perempuan. Dikisahkan Rere yang hamil diluar nikah dan saat itu kabur dari rumah ditolong oleh Mami Lani. Ternyata pertolongan yang diberikan Mami Lani tidaklah tulus. Semua hal yang diberikan Mami Lani dihitung sebagai hutang, dan untuk membayar hutangnya Rere dan perempuan lainnya dipaksa untuk melacur.
Tak hanya dieksploitasi oleh germo, awak media bahkan kerap mengambil kesempatan. Ada beberapa oknum wartawan yang sering meminta servis gratis pada para pelacur ini dengan mengancam akan memasukan dalam berita jika tidak diberi. Sungguh miris rasanya.
Melalui novel ini Herman tak hanya sekedar mengkisahkan bagaimana gelapnya kehidupan yang dilalui Rere sebagai pelacur lesbian. Dia juga banyak berbagi ilmu.
Misalnya tentang klasifikasi kepelacuran. Berdasarkan temuannya di lapangan, dia kemudian mengklasifikasikan pelacuran berdasarkan dua hal yaitu : pelacuran menurut jenis kelamin dan pelacuran menurut jenis permintaan.
Maman Suherman juga mengutip dari buku Sexual Behaviour in the Human Female karya Alfred C Kinsey, dkk, soal kontinum kutub heteroseksual dan homoseksual yang tersusun dalam dalam tujuh gradasi.
Hal yang kemudian membuat saya merasa getir adalah saat Maman Suherman membahas tentang Viktimologi. Pelacur yang merupakan Victim participation atau penderita aktif seolah dinyatakan wajar jika diperlakukan seenaknya—bahkan tak manusiawi.
“Andai Re: mendapat perlakuan kasar, kekerasan, seperti yang pernah dialaminya, dan ia terluka atau meninggal di kamar itu, apakah Re: bisa tetap diposisikan murni sebagai korban? Ataukah ia ikut dipersalahkan?”
Membaca RE: membukakan mata saya pada banyak hal. Dalam novel ini dihadirkan sebuah kisah prostitusi atau pelacuran dalam spektrum yang bahkan tidak pernah digapai bayangan pemikiran yang saya punya. Dunia prostitusi itu sangat kompleks.
Novel RE: disampaikan dengan sangat renyah. Bahasanya mudah dikunyah. Ada beberapa bahasa teknis yang digunakan memang, namun hal tersebut tidak memperumit pemahaman. Novel ini termasuk novel yang bisa saya selesaikan dalam waktu relatif cepat, hanya butuh sekitar 2 hari untuk menyelesaikannya.
Yang agak disesalkan, editorial novel ini seperti kurang maksimal. Masih banyak ditemukan miss disana-sini—kabar dari kawan yang sudah membaca novel PeREmpuan, masalah ini masih terjadi.
Selain itu, novel ini juga terlalu padat. Konfliknya terasa terburu-buru untuk diselesaikan. Tema dan premis yang cukup bagus ini terasa sayang jika harus diakhiri dalam 160 halaman saja, harusnya bisa dieksplore lebih dalam lagi dan konfliknya bisa di buat lebih mencekam lagi. Setelah selesai membacanya, saya merasa belum orgasme.
Tapi bagaimanapun novel ini tetaplah bacaan yang menarik. Kalian perlu membacanya dengan pikiran terbuka. Nilai moralitas kita masih berkutat dalam ranah dosa dan tidak dosa. Pelacur ya pendosa, tidak peduli latar belakang hidupnya. Kalo pelacur diberlakukan tidak manusiawi ya wajar saja, lha wong pekerjaannya saja melacur.
Coba sebentar saja kesampingkan hal tersebut. Maman Suherman mencoba mengajak kita membuka pikiran kita tentang masalah sosial yang pelik melalui novel ini. Maman Suherman berusaha membangkitkan sisi kemanusiaan kita. Pelacur masih tetap manusia. Seharusnya mereka masih diberlakukan layaknya manusia, dan hak mereka sebagai manusia juga harus tetap diberikan.
Jadi bagaimana? Tertarik membacanya? (JA)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.