[REVIEW FILM] INSIDIOUS : THE LAST KEY – Mengenang Masa Kecil Sang Cenayang.

Insidious the last key

Sinopsis: Elise mendapatkan sebuah panggilan dari seorang pria untuk mengatasi gangguan mahluk halus di rumahnya. Tak disangka, rumah tersebut adalah rumah masa kecil Elise yang telah dijual dan dibeli oleh pria itu. Sempat ragu untuk kembali ke rumah masa kecil yang menyimpan kenangan pahit, Elise akhirnya berusaha berdamai dengan dirinya sendiri dan ingin membereskan masalah yang pernah dia mulai. Sebuah perjuangan melawan teror masa kecil, sebuah usaha menutup pintu terkutuk yang pernah terbuka.
DirectorAdam Robitel
Writer: Leigh Whannell
Cast: Lin Shaye (Elise Reinier), Leigh Whannell (Specs), Angus Sampson (Tucker), Kirk Aceveda (Ted Garza), Caitlin Gerard (Imogen Rainier), Spencer Locke (Melissa Rainier), Josh Stewart (Gerald Rainier), Teresa Ferrer (Audrey Rainier), Ava Kolker (Young Elise Rainier), Pierce Pope (Young Christian Rainier), Bruce Davision (Christian Rainier), etc.
Published: 5 January 2018 (USA) | 10 January 2018 (IND)
Rating: 5.8/10
***

Entah apa yang merasuki otak saya waktu memutuskan menonton film ini di bioskop. Saya bukan penikmat film horor. Ya walaupun saya juga nonton Pengabdi Setan, tapi saya sepertinya tidak akan bertaruh uang membeli tiket bioskop untuk menonton film horor dengan review mengecewakan.
Tapi melalui kejadian ini saya jadi semakin yakin bahwa cewek memang penghasut ulung. Dengan muka disedih-sedihkan, dan nada suara dibuat memelas, teman cewek saya berhasil juga membuat saya luluh—atau lebih tepatnya mengalah—kemudian memenuhi ajakannya menonton film ini.
Setelah selesai menontonnya, ternyata ini memanglah sebuah kesalahan. Suara kekecewaan mayoritas penonton film ini, saya turut amini. Tapi Tuhan memang adil. Dibalik musibah masih tetap ada anugrah. Bisa didusel-dusel sepanjang film berlangsung adalah kenikmatan duniawi yang meski sebentar namun cukup menggetarkan.
Sebelum mengarah ke hal yang tidak-tidak, langsung saja saya hakimi film ini.
Film ini dibuka dengan setting masa kecil Elise. Memiliki kemampuan supranatural menjadi sebuah masalah bagi Elise. Ayahnya, seorang eksekutor tahanan yang keras, kerap memukuli Elise dan mengurungnya karena beberapa kali mendapati Elise berkomunikasi dengan mahluk halus.
Sampai akhirnya suatu petaka besar terjadi. Karena hal yang dilakukan Elise, ibunya kemudian mati oleh ulah mahluk gaib. Melihat hal ini, ayah Elise semakin menjadi berlaku kasar.
Setting beralih ke masa Elise sudah tua. Dia bangun dari tidurnya dan merasa terteror dengan mimpi tentang masa kecilnya.
Sebuah panggilan telepon datang pada Elise untuk meminta jasanya mengusir roh halus. Sebuah panggilan dari seorang pria bernama Ted Garza. Saat Ted Garza menyebutkan alamatnya, Elise kaget karena ternyata itu adalah alamat dimana dulu Elise menghabiskan masa kecilnya yang keras.
Sempat menolak, kemudian Elise mengiyakan permintaan Ted Garza. Mengajak 2 side kicknya, Specs dan Tucker, Elise kembali ke rumah masa kecilnya dulu dan berusaha menyelesaikan masalah yang pernah dia buat.
Di bagian awal, film ini terasa cukup menarik. Terlebih saat menceritakan tentang masa kecil Elise. Suasana mencekamnya sungguh berasa. Aktifitas gaib yang ditunjukan juga cukup membuat jumping scare.
Beberapa twist juga dihadirkan. Lumayan lah buat menambah kompleksitas filmnya.
Tapi saat memasuki pertengahan film, seperti ada yang sangat mengganjal. Setelah pertemuan Elise dengan adik dan keponakannya, semua hal yang menyangkut mereka seperti dipaksakan.
Penggambaran spot-spot ruangan di rumah juga terasa agak membingungkan. Entah karena saya yang mbingungi, atau memang settingnya dibuat kurang natural.
Kenapa saya merasa agak terganggu, soalnya pusat dari ceritanya ada di rumah ini. Kalo penggambarannya kurang sampai di benak penonton, bisa dibilang kurang berhasil sih.
Waktu menonton pengabdi setan, saya bisa membayangkan dengan cukup detail ruangan-ruangan yang ada di rumah, walaupun dalam situasi waktu yang gelap. Dimana letak sumur, dimana kamar ibu, dll.
Nah di film ini ada beberapa setting ruangan yang terasa membingungkan. Misalnya lokasi ruang laundry dengan gudang bawah tanah yang posisinya hampir mirip. Kemudian posisi persis ruang penyekapan juga saya agak sulit membayangkannya.
Keseraman berangsur hilang saat sosok-sosok mahluk gaib mulai ditunjukan wujud aslinya. Bahkan saat masuk di the further, semua jadi B aja. Flat aja rasanya sampai kelar.
Kenapa jadi begini. Harusnya di the further ini kan titik tertinggi klimaks filmnya. Tapi kenapa rasanya malah jadi anti klimaks.
Insidious The last Key2

Kekuatan film ini benar-benar cuma ada di bagian awal. Duet Specs dan Tucker lumayan sih membuat film ini terasa menyenangkan. Comedy yang mereka bangun cukup berhasil menurunkan ketegangan. Tapi sayangnya, comedy yang mereka hasilnya malah terasa jauh lebih menawan daripada setengah dari film ini—yang katanya adalah film horor.
Jika dibandingkan dengan Insidious 1 dan 2, film ini benar-benar mengalami degradasi yang cukup jauh. Di Insidious 1 dan 2, keseraman dibangun secara perlahan dan terasa konsisten dari awal hingga akhir. Selesai menontonnya lumayan puas lah.
Di seri ke empat ini, sangat terasa sekali paksaannya. Keberhasilan tak terduga yang diraih part 1 dan 2 sepertinya cukup menarik bagi  Leigh Whannell untuk meneruskan seri Insidious ini.
Sayangnya, di part ke 2 Elise dikisahkan telah mati. Maka dari itu part 3 dan 4 ini dibuat sebagai sebuah prequel. Nah, sepertinya Leigh Whannell ingin melanjutkan cerita sesuai timeline waktu melanjutkan cerita setelah part 2. Jadi di part 4 dihadirkan sosok keponakan Elise, dengan kemampuan sama sepertinya, yang sepertinya akan melanjutkan apa yang pernah Elise mulai. Dari sinilah sangat terasa sekali pemaksaan skenarionya.
Kecewa? Tentu saja. Walaupun saya juga sudah mengira bakal tidak terpuaskan. Tapi kekecewaan saya dan beberapa penonton lainnya rasanya tak ada artinya. Meski mendapatkan banyak review negatif, nyatanya film ini masih saja memanen penonton. Bahkan Lin Shaye berterima kasih pada penonton Indonesia yang sudah menjadikan film ini “The Biggest Movie All The Time”.
Ya apapun itulah, yang jelas film ini menurut saya B ajah. Gak jelek, tapi B ajah.
Selama masih ada duitnya, francise ini rasanya masih bakal dilanjutkan. Semoga saja di part selanjutnya, Leigh Whannell bisa menghadirkan kisah yang lebih menarik lagi pasca Elise mati.
Oia, di film ini ada adegan yang menghubungkan dengan kasus di Insidious 1.  Kalian yang ingin menonton Insidious sesuai timeline yang urut, urutannya 3-4-1-2.  (JA)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.