[REVIEW FILM] EXTREAM JOB – Kesatuan Detektif Ayam Goreng.

Extream Job

Sinopsis:
Captain Ko, Detektif Jang, Detektif Ma, Detektif Young-Ho dan Detektif Jae -Hoon harus memutar otak untuk bisa menyelidiki kelompok kartel narkoba Lee Moo-Bae. Satu-satunya cara yang terpikirkan oleh mereka adalah pura-pura menjalankan bisnis ayam goreng di depan markas kelompok kartel tersebut. Saat restoran ayam goreng itu semakin populer dan tampak menguntungkan, para detektif ini mulai terjebak dalam situasi yang dilematis.

Director: Byeong-Heon Lee    

Writer: Se-Young Bae

Cast : Ryoo Seung-Ryong (Captain Ko), Lee Ha-Nee (Detective Jang), Jin Seon-Kyu (Detective Ma), Lee Dong-Hwi (Detective Young-Ho), Gong Myung (Detective Jae-Hoon), Shin Ha-Kyun (Lee Moo-Bae), Oh Jung-Se (Ted Chang), Yang Hyun-Min (Hong Sang-Pil), Heo Joon-Seok (General Manager Jung), Etc.

Published : 20 Februari 2019

Duration: 1h 51min

Rating: 7.0/10

***



Formula komedi dalam film Extream Job sebenarnya sudah cukup umum diterapkan dalam film-film action comedy. Seorang dengan posisi yang umumnya berkarakter serius, dibuat berkarakter konyol. Elemen komedi kemudian dimunculkan dari gerak-gerik dan berbagai kejadian konyol yang menimpa karakter tersebut.
Ini merupakan jenis komedi slapstick―dianggap juga jenis komedi receh. Jenis komedi yang cukup umum dan mudah untuk menghasilkan tawa. Tapi tentu saja tidak semudah itu, tetap butuh formula yang tepat untuk mengolah komedi receh ini supaya bisa menghasilkan hiburan yang berkualitas. Hal ini sebenarnya bisa menjadi pisau bermata dua, jika berhasil akan memberikan hiburan yang sangat memuaskan banyak kalangan, namun jika gagal, akan dianggap sebagai produk remeh temeh yang menghadirkan kekonyolan semata.
Untungnya formula slapstick yang digunakan Extream Job cukup kreatif dan tidak “remeh temeh”. Di menit awal film, kita ditunjukan aksi penyergapan pecandu narkoba melalui jendela gedung yang cukup konyol. Aksi kejar-kejaran yang umum hadir dalam film semacam ini juga bisa dieksekusi sangat baik, dengan timing komedi yang tepat.
Rentetan komedi dari awal hingga akhir film memang bukan jenis komedi yang substansial. Komedi yang memang receh saja. Tapi karena penempatannya dalam cerita dan timingnya yang diatur dengan tepat, secara utuh film ini menjadi sangat lucu dan menghibur.
Karakternya juga berhasil dibawakan dengan baik oleh tiap-tiap pemain. Karakter yang dibangun sedikit komikal, bisa diperankan dengan pas oleh 5 pemain utamanya. Konyolnya masih dalam tahap wajar. Jadi karakter sebagai kelompok detektif polisinya masih tetap hidup, tidak tertutup sisi komikalnya.
Extreme-Job

Tanpa bermaksud mengecilkan 4 pemain utama lainnya yang tampil luar biasa juga, Lee Ha-Nee yang memerankan Detektif Jang berhasil menyita perhatian saya secara lebih. Perempuan cantik yang tampil komikal, adalah  perpaduan yang pas untuk meracik sosok komedik. Tak hanya itu, sosok mempesona yang mendapatkan gelar 3rd Runner-up Miss Universe 2007 ini juga berhasil menghidupkan karakter Detektif Jang yang blak-blakan dengan baik pula.
Sebenarnya saya cukup berekspektasi pada adegan action―yang konyol khas action comedy―di film ini. Sayangnya sequence action yang cukup kental hanya hadir di bagian akhir film ini. Untungnya, eksekusinya cukup oke. Jadi setelah menunggu beberapa lama, sequence action ini cukup memuaskan dan berhasil menjadi “gong”.
Dari segi cerita, film ini juga menawarkan premis yang cukup unik. Kelompok detektif menyamar sebagai pemilik restoran ayam goreng dalam proses penyelidikan kartel narkoba. Berbagai dilema terjadi disini. Restoran ayam goreng yang awalnya hanya sebagai samaran kemudian menjadi begitu populer dan menguntungkan. Karena terlalu “menjiwai” peran penyamaran, tugas utama mereka sebagai detektif kemudian terkesampingkan.
Premis yang unik ini kemudian semakin diperkokoh dengan bangunan cerita yang solid. Di awal film kita sudah dijelaskan latar belakang keadaan yang sedang dialami kelompok pimpinan Kapten Ko. Motive mereka dalam beraksi kemudian menjadi jelas juga. Plot cerita juga mengalir dengan tepat, tidak ada plot hole yang membuat mengernyitkan dahi. Karena tulang punggungnya kuat, film ini secara utuh menjadi bisa dinikmati.
Mengacu pada hal ini, saya jadi membayangkan beberapa film komedi Indonesia yang sebenarnya potensial, tapi kurang berhasil sebagai sebuah sajian. Target dari sebuah film komedi memang bagaimana bisa menghasilkan tontonan yang lucu dan menghibur. Tapi sayangnya, tulang punggung film itu sendiri, yaitu skenario cerita, kerap diabaikan.
Bisa kita lihat beberapa film komedi Indonesia yang kurang apik menggarap skenarionya. Jika tulang punggungnya tidak kuat, mau selucu apapun sequence komedinya, pada akhirnya film tersebut tidak akan menjadi sajian bermakna. Film itu hanya akan menjadi sebuah bentuk kekonyolan semata.
Extream Job adalah film untuk bersenang-senang. Tidak ada hal substansial yang bisa diambil. Jika kalian ingin terhibur tanpa perlu banyak berpikir, film ini akan memberikan servis terbaik dengan komedinya sangat familiar bagi banyak kalangan.
Saya sudah tidak ada lagi kesempatan untuk mengkritisi. Saya sudah merelakan diri untuk dihantam dengan sajian yang memang konyol saja, sudah. Tidak ada isu yang muluk-muluk ingin diangkat. Tidak ada drama berlebihan untuk memancing air mata. Film ini sudah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Lucu dan menghibur dari awal hingga akhir, simple dan tepat sasaran. (njhoo)


NB: Mengutip dari data Dewan Perfilman Korea pada Kamis (21/2), Extream Job sudah menjual lebih dari 14,9 juta tiket, dan masih akan bertambah. Angka ini bahkan membawa film ini menjadi film nomer dua terlaris sepanjang sejarah perfilman Korea Selatan.
Pencapaian ini sungguh membuat iri. Di Indonesia, film terlaris sepanjang sejarah berada di angka 6,8 juta oleh Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1. Mengacu jumlah penduduk Indonesia yang cukup jauh diatas Korea Selatan, sangat jelas sekali, jumlah penonton film di Indonesia masih sangat kecil.
Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan, sebenarnya masalahnya dimana? Apakah kualitas film lokal yang belum baik? Apakah ketersediaan bioskopnya yang masih kurang? Ataukah ada alasan lain. Semoga industri film di Indonesia bisa lebih berkembang kedepannya.

Untuk mensupport industri film lokal makin berkembang, jangan lupa nonton di bioskop!

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.