Movies
[REVIEW FILM] ONE CUT OF THE DEAD: Bangkitnya Zombie di Set Film Zombie.
Sinopsis:
“Sekelompok pembuat film sedang melangsungkan shooting adegan di sebuah gedung tua yang konon dulunya pernah digunakan oleh militer Jepang sebagai tempat percobaan membangkitkan orang mati. Film tersebut bertema zombie dengan konsep pengambilan gambar “One Cut”. Ditengah-tengah pembuatan film, ternyata petaka terjadi. Zombie sungguhan muncul dan meneror para pembuat film tersebut. Melihat keadaan ini, sang sutradara malah terus melakukan pengambilan gambar karena merasa adegan yang terjadi tampak lebih real. Hingga akhirnya banyak kejutan terjadi.”
Director : Shin'ichirô Ueda
Writer : Shin'ichirô Ueda
Cast : Takayuki Hamatsu (Director Higurashi), Yuzuki Akiyama (Chinatsu), Harumi Shuhama (Nao), Kazuaki Nagaya (Ko), Hiroshi Ichihara (Kasahara), Mao (Mao), Sakina Asamori (Sakina Iwaji), Etc.
Published : 28 November 2018 (IND)
Duration: 1h 36min
Rating: 8.8/10
***
Hingga detik ini saya berpegang teguh bahwa film
adalah sebuah produk seni dan budaya. Film terlalu terhormat jika hanya sekedar
dianggap sebagai produk hiburan. Maka dari itu saya melihat bagus atau tidaknya
film dari value yang diberikan. Valuenya bisa didapat dari sisi plot cerita, karakter
yang kuat, teknis pengambilan gambar yang menarik, kreatifitas dalam story
tellingnya, maupun dari sisi lainnya.
Nah, One Cut Of The Dead adalah salah satu film
yang dengan senang hati saya beri label film “BAGUS” karena berhasil menunjukan
value yang nancep banget buat saya. Shin'ichirô Ueda menunjukan kreatifitas yang luar biasa dalam menciptakan
film ini.
Presepsi penonton sudah dipermainkan sejak awal
film. Pada act 1, kita akan ditunjukan sebuah film utuh tentang invansi zombie terhadap
kru film yang sedang membuat film tentang zombie (Garis besar ceritanya bisa
kamu baca sendiri di bagian sinopsis). Jangan kaget jika pada awal film ini
rasanya busuk banget. Setelah kurang lebih 30 menit, akan muncul credit title
dari film yang baru saja kita lihat. Act 1 selesai, selepas dari sini kejutan
dimulai.
Pada babak ke dua kita akan diberitahukan latar
belakang dari film yang kita lihat di babak awal tadi. Ternyata film aneh yang
kita lihat di awal adalah sebuah tayangan sejenis FTV untuk sebuah saluran TV
khusus zombie. Dengan kata lain, film ini sedang memfilmkan proses pembuatan
film berikut hasil filmnya yang ditampilkan di bagian awal. Jadi film ini bukan
film zombie ya!
Pada babak ke tiga, saya benar-benar dibuat semakin
orgasme. Konsep memfilmkan proses pembuatan film memberikan pengalaman sinematik
yang menarik bagi saya. Saya seperti diajak menikmati 2 sudut pandang kamera. Pada
film pertama, saya diajak melihat dari sudut pandang kamera tim film Higurashi
(tokoh fiksi dalam film ini), kemudian pada babak ke tiga saya diajak melihat
dari sudut pandang kamera tim Ueda (Sutradara asli film ini) yang sedang
memfilmkan tim Higurashi yang sedang membuat film. Disitu saya seakan sedang
melihat behind the scene secara mendetail dari pembuatan film tim Higurashi.
Saya bahkan sampai bingung untuk memilih
kata-kata yang tepat supaya tidak terasa membingungkan. Jika harus
disederhanakan lagi, One Cut Of The Dead ini terdapat: Filmception dan
shootingception. Jadi ada film dalam film, dan ada shooting dalam shooting. Ya
kurang lebih seperti itulah.
Tak hanya mendapatkan pengalaman sinematik yang
unik, value cerita yang ditawarkan oleh Ueda melalui film ini juga cukup kuat. Ada
beberapa isu yang coba diangkat oleh Ueda yang kemudian digunakan sebagai
tulang punggung cerita pada film ini.
Pertama adalah masalah industri film atau tv
yang komersil. Ueda dengan cukup terang-terangan mengkritisi industri
film dan tv komersil yang sering mengesampingkan production value dalam
pembuatan tayangan. Ditunjukan langsung melalui sosok produser yang membuat
konsep cenderung tidak masuk akal dan tidak mempertimbangkan teknis
produksinya.
Bahkan saat sudah take di lapangan, ada seorang
produser yang menggampangkan masalah dan menganggap penonton seolah-olah dapat
dibodohi dengan tayangan sekenanya.
Adegan tersebut sebenarnya adalah kritikan tajam
yang benar-benar diarahkan langsung pada semua orang yang terlibat dalam
industri film dan tv, terutama mereka-mereka yang ada “di atas”. Kebiasaan industri
film dan tv yang meremehkan konsep dan produksi yang “baik” perlu diubah.
Higurashi yang berontak dan tetap mempertahankan
konsep yang dia pegang adalah sebuah titik terang yang ingin disampaikan Ueda
bahwa sineas masih punya kuasa atas dirinya sendiri untuk bisa tetap
mempertahankan nilai seni ideal yang mereka pegang.
Aktor dan aktris tak luput juga dari sindiran
Ueda. Disini ditunjukan juga aktor dan aktris yang akting hanya sekedar akting
dan benar-benar mengesampingkan nilai seni dari akting natural. Masalah ketidak
disiplinan yang kerap dilakukan aktor dan aktris juga sedikit disindir.
Selain masalah industri film, masalah keluarga
juga diangkat dalam film ini. Higurashi yang bekerja dalam produksi komersial dibenturkan
dengan perbedaan pandangan sang anak, Mao, yang cukup idealis dengan nilai seni
dari sebuah film. Diangkatnya isu keluarga dalam film ini, memberikan sedikit
bumbu drama yang menguatkan narasi film. Film ini bisa jadi terasa heartwarming.
Film ini akhirnya menjadi sebuah sajian yang
utuh dari awal sampai akhir. Tak ada bagian yang tidak perlu, semua memiliki
porsinya masing-masing dalam menjaga narasi besar film. Bagaimana dari awal
ekspektasi dibangun, penonton diajak untuk menebak-nebak arah cerita, kemudian
saat semua kisah dibongkar secara gamlang dengan cara menyenangkan, One Cut Of
The Dead akhirnya bisa menjadi sebuah kesatuan film yang tidak sekedar
menghibur tapi juga memuaskan. Memuaskan karena menghibur, memuaskan karena
memiliki value juga. (JA)
Tidak ada komentar