[REVIEW FILM] LADY BIRD: Lelucon Gelap Si Gadis Remaja.

Lady-Bird-film-poster-900x675
Sinopsis: Christine McPherson, seorang remaja asal kota satelit Sacramento, California memiliki mimpi untuk sekolah di New York, kota besar yang lebih berbudaya. Namun karena masalah finansial keluarganya yang tak stabil, ibunya melarang keinginannya tersebut. Demi keluar dari Scramento, Christine bersikeras mengejar berbagai kemungkinan untuk bisa mendapatkan kesempatan melanjutkan sekolah di kota yang lebih besar. Menghabiskan masa SMA di sekolah Katolik, pemberontakan demi pemberontakan dilakukan oleh Christine demi mendapatkan spotlight. Ini adalah kisah hidup seorang remaja dengan kebandelannya, kisah hidup seorang gadis yang tak henti mengejar kesempatan terbaik untuk hidupnya, kisah hidup seorang anak yang melewatkan pertengkaran demi pertengkaran dengan ibunya, kisah hidup Chritine yang hanya ingin dipanggil Lady Bird.
DirectorGreta Gerwig
Writer: Greta Gerwig
Cast: Saoirse Ronan (Christine “Lady Bird” McPherson), Laurie Metcalf (Marion McPherson – Ibu Lady Bird), Tracy  Letts (Larry McPherson – Ayah Lady Bird), Beanie Feldstein (Julie Steffans), Odeya Rush (Jenna Walton), Lucas Hedges (Danny O’Neill), Timothée Chalamet (Kyle Scheible), etc.
Published: 1 Desember 2017 (USA) | 28 February 2018 (IND)
Rating: 7.9/10
***

Apa yang akan kalian lakukan saat sedang berdebat dengan ibu kalian di dalam mobil karena dia tidak merestui mimpi kalian untuk sekolah diluar kota? Terus membantah? Bagaimana jika itu tidak cukup membuat ibu kalian diam? Langsung melompat dari mobil yang sedang melaju bisa saja menjadi sebuah pilihan. Setidaknya hal itulah yang dilakukan Christine untuk membuat ibunya diam.
Baru sekitar 10 menit film berjalan, adegan yang begitu monohok ini langsung ditampilkan. Sebuah pesan tak tersirat bagi penonton untuk bersiap menghadapi sosok gadis rebel dengan kebandelan yang agak diluar nalar.
Benar saja, selama 94 menit kita akan disuguhkan perjalanan Christine—yang hanya mau dipanggil Lady Bird—dengan berbagai tingkah bandelnya, lelucon gelap yang keluar dari mulutnya dan tak lupa pertengkaran-pertengkaran rutin dengan ibunya.
Film dengan genre coming of age sebenarnya adalah jenis film yang sudah terlalu biasa wira-wiri di pasaran. Template ceritanya pun kurang lebih seragam. Mengambil setting di masa-masa akhir sekolah, mengumbar romansa, menghadapi konflik mengejar mimpi, kemudian diakhiri dengan bahagia.
Lalu apa yang membuat Lady Bird ini menjadi lebih spesial? Film ini terasa lebih realistis, tak tampak pretensius, penuh kelucuan, namun disisi lain juga mengharukan.
Di film ini tidak ada sosok yang terlalu jahat maupun terlalu baik. Semuanya tampil manusiawi. Semua tokoh punya sisi abu-abu. Misalnya sosok Lady Bird dan ibunya yang menjadi central cerita. Lady Bird yang banyak melakukan kenakalan, mengerjai guru, meninggalkan temannya demi bergaul dengan siswa keren, dan terus membantah ibunya, tak kemudian menunjukan kesan jahat pada dirinya.
Pun dengan Ibunya. Marion tak melulu ditampilkan sebagai sosok ibu penuh kasih bak malaikat yang memberikan perhatian dan kasih sayang pada Lady Bird. Dia begitu peduli pada Lady Bird, namun di sisi lain dia kerap menentang semua keinginan Lady Bird dan mengkritik segala hal mengenai Lady Bird. Tapi tak lantas dia kemudian menjadi terlihat seperti ibu yang menyerupai iblis.
Love hate relationship antara ibu dan anak dalam film ini berhasil digambarkan dengan cukup sempurna.
Gambaran mengenai situasi disekitar Lady Bird dan berbagai masalah yang dihadapinya juga tak tampak berlebihan. Meski keluarga mereka mengalami masalah finansial, sama sekali tak ada penggambaran yang depresif. Padahal ayahnya sendiri diceritakan mengalami masalah depresi, sama sekali tak digambarkan terjadi masalah yang begitu drama dalam keluarganya.
Kehidupan Lady Bird di sekolah juga tampak normal. Sekolah Katolik disini tergambar normal. Tidak seperti film-film Hollywood lain yang menunjukan bahwa sekolah Katolik adalah sekolah penuh aturan yang mengekang bak camp militer.
Kehidupan cinta Lady Bird juga berlangsung biasa. Tak ada eksploitasi romansa yang berlebihan. Saat dirinya pacaran dengan Danny tampak sekali percakapan-percakapan ringan khas anak remaja yang tengah dilanda asmara.
Skenario film ini terlihat sekali digarap dengan sangat matang. Terlebih film ini diperkaya dengan dialog-dialog antar tokoh. Dialog yang berlimpah ini berhasil ditampilkan begitu real. Bahkan setiap percakapan yang sepertinya terasa tak penting, dalam film ini semuanya menjadi punya arti, bahkan menjadikan interaksi antar tokoh kemudian menjadi begitu natural.
lady-bird-2

Argumen-argumen yang kerap dilontarkan Lady Bird juga sangat tajam. Hal-hal lucu juga banyak hadir dari staetement-statement yang keluar dari mulut Lady Bird. Tapi kalian harus bersiap diri karena lelucon yang kerap dia lontarkan cukup gelap.
Salah satu bagian yang saya suka adalah saat Lady Bird dan Julie mengobrol sambil nyemil roti perjamuan. Sebuah kelucuan yang paripurna terutama bagi saya yang seorang Kristen. Hal ini terasa begitu dekat, kenakalan seperti itu bahkan pernah saya lakukan juga.
Naskah menawan garapan Greta ini tentu saja tak akan menjadi tontonan yang indah jika pemerannya tak memberikan performer terbaik. Semua pemain dalam film ini benar-benar menunjukan penampilan yang pas dan berhasil menginterpretasikan kisah di film ini dengan sangat baik.
Saoirse Ronan mungkin adalah bintang yang paling bersinar dalam film ini. Performanya sebagai pemeran utama sangat maksimal. Sosok Lady Bird dengan kenaifannya, kebandelan, dan ketajaman perkataannya berhasil dia perankan dengan sangat baik.
Ronan Metclaf yang memerankan ibu Lady Bird, juga tidak bisa kita anggap remeh. Dia bisa menjadi tandem yang sangat pas bagi Saoirse Ronan. Padunya duet mereka berdua adalah salah satu faktor berhasilnya film ini.
Debut Greta Gerwig sebagai sutradara melalui film ini akhirnya berhasil diganjar dengan pencapaian yang fantastis. Salah satu alasan saya tertarik menonton film ini juga karena film ini memenangkan Best Motion Picture-Musical or Comedy.
Menonton film ini seperti sedang menikmati sebuah film biografi dari seorang gadis dari keluarga kelas menengah dengan cita-cita sederhananya ingin keluar dari kota asalnya yang lingkungan sosialnya tak cukup berwarna. Kabarnya film ini memang menceritakan kisah hidup Greta Gerwig sendiri semasa remaja.
Tapi bisa jadi film ini adalah potret hidup kita semua yang tinggal di daerah. Potret hidup kita semua yang terbuai untuk merantau untuk mengejar hingar bingar kota besar. Potret hidup kita yang bertumbuh dari masa remaja yang penuh kenakalan hingga masa mendewasa yang memaksa kita bertindak mengambil keputusan-keputusan sulit. Film ini bisa jadi adalah potret hidup saya, kamu, atau orang lain dari belahan bumi lain. (JA)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.