[REVIEW FILM] SEARCHING: Mengamati Problematika Ayah dan Anak dari Layar Dekstop.

searching-poster

Sinopsis:
Margot (16) tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Ayahnya, David Kim, berusaha mencari tau kabar Margot dengan menghubungi orang-orang yang terkoneksi dengannya. Setelah mendapati kenyataan bahwa Margot benar-benar menghilang, David Kim langsung menghubungi kantor polisi, hingga akhirnya penyidikan dilakukan degan seorang detektif yang diutus untuk menangani kasus tersebut.  Dengan laptop milik Margot yang ditinggalkannya, David Kim berusaha mencari petunjuk dari jejak digital Margot.

Director: Aneesh Chaganty

Writer: Aneesh Chaganty, Sev Ohanian

Cast: John Cho (David Kim), Michelle La (Margot), Joseph Lee (Peter Kim), Sara Sohn (Pamela Nam Kim), Debra Messing (Detective Vick)

Published: 24 August 2018

Duration:  1h 42min

Rating: 8.5/10

***



Jika dilihat dari sinopsis ceritanya, calon penonton mungkin akan ragu dengan film ini. Premisnya cukup sederhana, hanya tentang usaha mencari anak hilang yang melibatkan detektif. Terlebih lagi, kebanyakan nama-nama pemainnya tidak cukup familiar. John Cho yang sudah begitu lekat dengan image Harold Lee juga agak diragukan jika harus memerankan tokoh ayah.

Gaya pengkisahan melalui perantara layar komputer memang terasa sedikit unik dan tidak konvensional. Perjalanan ceritanya disampaikan melalui layar komputer dengan berbagai aktifitas yang mungkin dilakukan dengan perangkat tersebut. Namun sebenarnya hal ini tidak cukup baru juga. Sebelumnya sudah ada film Unfriended yang menggunakan metode serupa.

Lalu hal menarik apa yang coba ditawarkan oleh film ini? Mungkin satu-satunya hal yang cukup bisa diandalkan untuk menarik minat calon penonton adalah kekuatan cerita dan berbagai review positif dari media-media film terpercaya.

Saya adalah salah satu korban yang termakan rekomendasi dari beberapa media film di Twitter. Selama beberapa waktu, timeline twitter saya benar-benar riuh dengan puja-puji terhadap film ini. Awalnya semua puja-puji itu rasanya agak berlebihan. Tapi setelah saya membuktikannya sendiri di bioskop, hasrat untuk membagi kepuasan menonton film ini memang tidak bisa dibendung. Rasanya ingin sekali mengajak banyak orang untuk menonton film ini dan kemudian mendiskusikannya. Film ini tidak sekedar tentang konsep sinematik unik dan plot twist, ada hal yang lebih dari itu.

Film ini memperhatikan betul dinamika pengkisahannya. Pada awal film, potret keluarga bahagia David Kim ditampilkan. Ada begitu banyak dokumentasi membahagiakan yang terekam diantara David, istrinya Pam, dan putri mereka Margot. Hingga kemudian Pam meninggal. Hubungan David dan Margot yang sebelumnya sangat dekat saat Pam masih hidup, menjadi semakin merenggang. Kehilangan sosok istri dan ibu menimbulkan gejolak psikologis dalam diri David dan Margot.

Latar belakang kisah ini menjadi cukup kokoh sebagai penopang alur pengkisahan berikutnya. Secara perlahan film kemudian mengupas bagaimana keadaan mental Margot dan hubungan sosialnya yang tidak baik-baik saja melalui penelusuran jejak digital yang dilakukan David.  

Daripada menghighlight plot twist yang “begitu doang”, saya lebih terkesan dengan tema besar tentang pencarian yang menguras emosi dan menantang pikiran. Kondisi Psikologis David yang masih belum stabil pasca kehilangan Pam dan harus mendapati kenyataan bahwa dirinya “sedang” kehilangan seorang putri membuat aktifitas pencarian yang dilakukan David begitu emosional.

search_cropped.0

Emosi film bisa mengikat diri penonton untuk masuk dalam cerita. Saya secara pribadi bahkan turut merasakan kebingungan yang dialami David. Ada usaha untuk mencari pemecahan kasus dengan memperhatikan detail-detail yang ditunjukan. Hal ini didukung juga dengan presentasi film yang tidak merendahkan nalar penonton. Prinsip show don’t tell berhasil diaplikasikan dengan cukup baik. Durasi 102 menit kemudian terasa begitu sangat menguras emosi dan energi. Pasalnya tak hanya rasa haru saja yang dikuras, pikiran untuk ikut mencari detail petunjuk juga cukup terkuras.

Aktifitas penelusuran jejak digital Margot yang dilakukan David untuk mencari petunjuk juga ditampilkan begitu keren. Kita sedang diajak melihat seorang ayah yang memiliki skill stalking di level yang cukup advance. Dalam proses pencarian yang dilakukan David, kita juga ditunjukan beberapa macam narasi penting.

Disamping narasi besar tentang hubungan orang tua dengan anak, narasi tentang kehidupan di dunia maya juga turut disoroti. Bagi seorang anak muda labil, internet yang penuh keanoniman bisa menjadi tempat berbagi cerita dengan lebih leluasa. Meski secara keamanan cukup beresiko, bercerita di dunia maya nyatanya menjadi pilihan utama bagi beberapa anak muda untuk mendapatkan kelegaan dibandingkan harus bercerita pada orang tua.

maxresdefault

Melalui internet pula kita ditunjukan bahwa society ternyata bisa begitu jahat. Penghakiman bisa dengan semena-mena mereka utarakan atas dasar melihat dari permukaan. Internet juga kerap digunakan untuk membangun citra diri dengan menunjukan simpati palsu padahal dia sedang mencari perhatian bagi dirinya sendiri.

Meski beberapa dari narasi-narasi tadi hanya tampil sekilas dan terasa minor diantara tema besar yang diangkat, bukan berarti disampaikannya narasi-narasi tadi menjadi sia-sia. Hal itu malah membuat cerita dalam film ini menjadi semakin kuat.

Selain plot ceritanya yang kuat, tokoh-tokoh dalam film ini juga diperankan dengan sangat baik. Karena dipresentasikan seperti dalam layar koputer, akting para aktor dan aktrisnya cenderung bermain di ekspresi wajah. Dan penampilan keseluruhan castnya benar-benar memukau.

Film ini menjadi sebuah karya debut yang sangat luar biasa bagi Aneesh Chaganty. Film ini adalah salah satu rilisan paling berkesan di tahun ini. Dengan konsep sinematik yang unik, misteri yang sangat kental, dan cerita yang begitu kuat membuat Searching sangat layak untuk mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya. (JA)


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.