Movies
[REVIEW FILM] CEK TOKO SEBELAH : Dilema Keluarga Cina
Sinopsis: Koh Afuk (Kin Wah Chew) adalah seorang pemilik toko kelontong. Dia
memiliki dia orang anak yaitu Yohan (Dion Wiyoko) dan Erwin (Ernest Prakasa).
Koh Afuk berencana pensiun dan mewariskan toko kelontongnya ke Erwin. Erwin
yang sudah mapan bekerja, ingin menolak tawaran tersebut. Pacarnya Natalie
(Gisella) juga tidak setuju jika Erwin meninggalkan karirnya dan mengurusi toko
kelontong ayahnya. Yohan sebagai anak sulung merasa iri dan merasa lebih berhak
menerima warisan toko kelontong tersebut. Tapi Koh Afuk tidak bisa mempercayai
Yohan karena untuk mengurusi istrinya Ayu (Adinia Wirasti) saja Yohan masih
kelimpungan, belum lagi jika harus bertanggung jawab pada toko kelontong dengan
seluruh karyawannya. Hingga akhirnya konflik dikeluarga ini terjadi.
Director/Writer: Ernest Prakasa
Cast: Ernest Prakasa (Erwin), Dion Wiyoko (Yohan), Kin Wah Chew (Koh
Afuk), Adinia Wirasti (Ayu), Gisella Anastasia (Natalie), Tora Sudiro (Robert),
Asri Welas (Mrs. Sonya), Yeyen Lydia (Anita), Dodit Mulyanto (Kuncoro), Adjisdoaibu
(Yadi), Awwe (Ojak), Sylvester Aldes (Aloy), Abdur Arsyad (Vincent), Etc.
Published: 28 Desember 2016
***
Setelah suksesnya Ngenest sebagai film debutannya, tentu semua
orang berekspektasi tinggi terhadap film terbaru Ernest Prakasa, Cek Toko
Sebelah (CTS). Ataukah sebaliknya? Jujur saya tidak memiliki ekspektasi tinggi
terhadap film ini, bahkan saya masih tidak percaya Ngenest bisa sekeren itu.
Sebagai sebuah film dari sutradara debutan,
Ngenest sangatlah sukses dengan segudang awardnya. Bahkan raihan Ernest secara
pribadi juga cukup mengagetkan, mulai dari penulis skenario adaptasi terbaik
(FFB, Indonesia Box Office Movie Award) dan Debut Sutradara Berbakat (Piala
Maya).
Ngenest adalah film comedy yang sangat
menyenangkan. Comedynya tidak terlalu absurd dan berlebihan. Dramanya juga
mengena. Makanya saya bilang, film ini terlalu bagus.
Awalnya saya mengira Ernest cuma sedang
beruntung bisa buat film sekeran itu dan dapet award sebanyak itu, namun
sepertinya saya harus meminta maaf karena berpikiran sepicik itu. Ernest
membuktikan bahwa dirinya ternyata punya taring sebagai seorang penulis naskah
film dan sebagai sutradara.
CTS, film kedua Ernest hadir sebagai tontonan
yang menyenangkan. Saya cukup terkejut dengan film ini yang sangat pintar
memainkan emosi. Dari lucu, tiba-tiba ke sedih. Comedy dan dramanya sangat pas,
tidak berlebihan. Ernest memang pintar menangkap realita sederhana disekitarnya
dan menggubahnya dalam skenario film yang berkelas.
Sebagai film comedy, Ernest menghadirkan humor
yang segar di CTS. Semua comic dimainkan dengan takaran yang pas. Comic-comic
ini tidak hanya dituntut untuk melucu, mereka difungsikan sebagai tokoh yang
tepat dan tidak putus dari realita. Karena eksekusinya yang tepat, LPM
comedynya akhirnya jadi rapet banget. Lucu lah pokoknya.
Duet Awwe (Ojak) dan Adjis (Yadi) memang sudah
melegenda. Di kancah duania perstandupan, dua orang ini memang dikenal sangat
gahar jika sudah nge MC berdua. Di Ngenest, mereka menyita perhatian sebagai
penyaji comedy yang apik. Di CTS, lagi-lagi mereka membuktikan bahwa dewa
comedi selalu menaungi mereka.
Celetukan mereka memang juarak lah. Kadang
memang ada yang garing, tapi terlalu minor lah jika dibanding banyaknya
kelucuan-kelucuan yang sudah mereka hadirkan. Saya heran, kenapa mereka bisa selucu
itu tanpa nyimeng. Atau mereka beneran nyimeng duluan?
Scene di meja judi juga juarak banget. Abdur (Vincent), Aldes
(Aloy), Edward Suhadi (Aming) mengeksekusi scene ini dengan mantap, sungguh
bagian yang sangat menyenangkan. Hampir semua orang sangat notice dengan scene
ini. Saya setuju dan memang scene ini termasuk scene comedy terbaik di film
CTS.
Gimmick comedy juga sengaja ditaruh diberbagai
nama brand yang diplesetkan, contohnya Lae-lae dan masih banyak lagi. Ini
sangat menyegarkan.
Part comedy yang ada Asri Welasnya juga patut
diperhitungkan. Saya tidak mau menjelaskannya, kalian perlu menontonya sendiri.
Perut saya benar-benar terkocok habis pas scene itu.
Bahkan Yohan dan Ayu juga diberi porsi comedy
yang pas. Comedy tentang sex dibalut sangat elegan oleh Ernest.
Tak hanya bagian comedynya, drama di film ini
juga terbukti membuat penonton banyak yang meleleh. Saya angkat topi dengan Kin
Wah Cew dengan aktingnya dikeseluruhan scene drama. Jika bukan dia yang
menjadi Koh Afuk, mungkin hasilnya akan berbeda.
Awalnya saya kira Koh Afuk akan menjadi tokoh
antagonis karena memaksa Erwin meninggalkan karirnya dan mengesampingkan Yohan
sebagai anak sulung. Tapi nyatanya Kin Wah Cew bisa memerankannya dengan cara
yang ajaib sehingga bukannya menjadi tokoh yang menyebalkan, bahkan penonton
bisa terbawa suasana dan mengerti sudut pandang Koh Afuk.
Dion Wiyoko juga berhasil memerankan Yohan.
Sama seperti Koh Afuk, Yohan sebenarnya potensial menjadi tokoh antagonis. Jika
sudah seperti itu, rasanya film ini akan sama saja dengan film-film drama pada
umumnya. Namun ternyata Dion Wiyoko bisa mengeksekusinya dengan luar biasa.
Semua scene drama nampak begitu real dan pas, tidak berlebihan.
Adinia Wirasti yang memerankan Ayu juga
menjadi pelengkap yang pas. Scene-scene seperti waktu dia menenangkan Yohan,
sewaktu dia bertemu dengan mantannya, dan sewaktu dia memberi saran pada
Natalie terasa begitu mendalam. Hadirnya Adinia Wirasti juga membuat film ini
terasa lebih hangat sebagai film keluarga.
Mungkin sebagian orang menganggap Adinia
Wirasti kurang dimaksimalkan. Mengurangi comedynya dan menambah unsur dramanya
akan membuat CTS lebih baik. Namun tidak menurut saya. Semua sudah terasa pas.
Sebenarnya persaingan toko Koh Afuk dan toko
pak Nandar (Budi Dalton) cukup potensial untuk dibuat konflik yang lebih
intens. Saya yakin intensitas dramanya akan lebih tinggi. Tapi nyatanya Ernest
tidak melakukan itu, dan menurut saya itu adalah keputusan yang tepat.
Film ini dihadirkan oleh Ernest sebagai film
comedy, ya pantas kalo comedynya cukup banyak. Selain itu jika drama di film
ini dibuat berlebihan, saya kira hasilnya tidak akan semenyenangkan ini.
Mungkin hanya akan seperti FTV yang tayang di SCTV.
Oia, bagaimana dengan Natalie? Sepertinya
tidak banyak orang yang notice dengan orang ini, padahal dia termasuk tokoh
central. Tapi memang itu kenyataannya. Gisella sepertinya belum cukup berhasil
membawa tokoh Natalie. Namun usaha Gisella difilm pertamanya harus cukup diapresiasi.
Sebenarnya ingin membandingkan dengan Lala Karmela yang tampil apik di Ngenest,
tapi saya urungkan saja karena membanding-bandingkan orang itu tidak baik untuk
kesehatan.
Ernest sudah mumpuni sebagai penulis skenario
dan sutradara. Film CTS telah mengokohkan posisi Ernest masuk dalam jajaran
sabuk hitam didunia film dan penyutradaraan. Saya juga ingin angkat topi pada
Meira dan Jenny Jusuf yang sudah menjadi partner penulisan skenario Ernest.
Bersama Ernest, mereka berdua sudah menghasilkan script film yang luar biasa
keren.
Cek Toko Sebelah sangat worth it. Tidak hanya
menyenangkan dan menghibur, film ini juga memiliki daya magis luarbiasa. Tonton
dan rasakan sendiri magisnya. (JA)
Tidak ada komentar